Hukum Tongkat Saat Khutbah Jumat
Bismillah wassholaatu wassalam ‘ala Rasulillah, wa ba’du.
Berkhutbah dengan bertumpu pada tongkat, adalah perkara asing menurut sebagian orang. Sehingga karena ketidaktahuan dan memandangannya sebagai hal yang asing, membawanya tergesa dalam menilai, bahwa tindakan tersebut adalah bid’ah.
Atau sebagian yang lain memandang, memegang tongkat saat khutbah adalah suatu keharusan. Tidak sah khutbah tanpanya.
Benarlah pepatah arab yang menyatakan,
الانسان عدو لما جهل
Manusia itu musuh untuk sesuatu yang belum dia ketahui.
Bila kita pelajari penjelasan para ulama terkait masalah ini, ternyata mereka berbeda pendapat. Namun dari pendapat yang ada, tak ada satupun yang berpandangan bid’ah atau menyatakan wajib. Artinya, permasalahan ini adalah masalah ijtihadi, yang sepatutnya kita saling menghargai dan berlapang dada.
Pendapat pertama, disunahkan membawa tongkat saat khutbah.
Pendapat ini dipegang oleh mayoritas ulama (jumhur), Malikiyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah.
Imam Malik menyatakan,
وذلك مما يستحب للأئمة أصحاب المنابر ، أن يخطبوا يوم الجمعة ومعهم العصي يتوكؤون عليها في قيامهم
Diantara hal yang dianjurkan bagi para khotib adalah, membawa tongkat saat berkhutbah jumat. Untuk bertumpu di saat mereka berdiri. (Al-Mudawwanah Al-Kubra 1/232)
Demikian pula Imam Syafi’i berpandangan senada,
أحب لكل من خطب – أيَّ خطبة كانت – أن يعتمد على شيء
Saya suka (menganjurkan) para khotib -khutbah apapun itu- untuk bertumpu pada sesuatu. (Al-Umm 1/396).
Dari ulama mazhab hambali, Al-Buhuti menyatakan
ويسن أن يعتمد على سيف أو قوس أو عصا بإحدى يديه
Disunahkan bertumpu pada pedang, busur panah atau tongkat (saat berkhutbah) dengan salahsatu tangan. (Kasyaf Al-Qona’ 2/36).
Mereka berdalil dengan beberapa hadis, diantaranya adalah hadis dari Fatimah bintu Qais Radhiyallahu ‘anha: bahwa beliau pernah menghadiri khutbah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di masjid Nabawi, saat menyampaikan berita tentang Dajjal yang diceritakan oleh Tamim ad-Dari.
Fatimah mengatakan,
فَكُنْتُ فِى الصَّفِّ الْمُقَدَّمِ مِنَ النِّسَاءِ وَهُوَ يَلِى الْمُؤَخَّرَ مِنَ الرِّجَال، فَسَمِعْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ يَخْطُبُ…. فَكَأَنَّمَا أَنْظُرُ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- وَأَهْوَى بِمِخْصَرَتِهِ إِلَى الأَرْضِ
Saya berada di shaf terdepan dari barisan wanita, belakang shaf terahir dari barisan shaf lelaki. Saya mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah atas mimbar… saya melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengarahkan tongkat beliau ke tanah. (HR. Muslim).
Pendapat kedua, makruh membawa tongkat saat khutbah.
Inilah yang dipilih oleh mazhab Hanafi. Sebagaimana dinyatakan dalam Fatawa Al-Hindiyyah (1/148),
ويكره أن يخطب متكئا على قوس أو عصا..
Makruh hukumnya berkhutbah serambi bertumpu pada busur panah atau tongkat.
Kesimpulan:
Bertumpu pada tongkat saat khutbah, bukanlah perkara bid’ah, bukan pula syarat sah khutbah atau suatu keharusan.
Pendapat yang tepat –wal’ilmu ‘indallah– adalah pendapat mayoritas ulama, yang menyatakan bahwa membawa tongkat saat khutbah adalah sunah. Karena kuatnya dalil yang mendukung pendapat ini. Bahkan tiga khalifah setelah Rasulullah shallallahualaihiwasallam (khulafa’ ar-rasyidin); yakni Abu Bakar, Umar bin Khatab dan Utsman bin Affan, membawa tongkat yang biasa Nabi bawa saat berkhutbah, dalam khutbah-khutbah mereka. Seperti diceritakan Ibnul Qayyim,
وكان إذا قام يخطب أخذ عصا فتوكأ عليها وهو على المنبر ، كذا ذكره عنه أبو داود عن ابن شهاب . وكان الخلفاء الثلاثة بعده يفعلون ذلك
Nabi –Shallallahu alaihi wa sallam– apabila berdiri untuk khutbah, beliau mengambil tongkat lalu beliau bertumpu pada tongkat tersebut saat beliau di atas mimbar. Demikian yang diceritakan oleh Abu Dawud dan Ibnu Syihab. Kemudian perbuatan ini diikuti oleh 3 khulafa ar rasyidin sepeninggal Nabi. (Zadul Ma’ad 1/179).
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh (Mufti Kerajaan Saudi Arabia sebelum Syaikh Ibnu Baz), menegaskan saat menerangkan hadis dari Hakam bin Hizam, yang menceritakan bahwa Nabi berkhutbah dengan bertumpu pada tongkat (HR. Abu Dawud),
فيه فوائد : منها شرعية الاعتماد في الخطبة على قوس أو على عصا . وذلك لكونه أرفق للخطيب وأثبت له . لاسيما إذا كان يطول وقوفه أو مقصود مهم . فكونه معتمداً على قوس أو عصا هو السنة
Ada beberapa pelajaran dari hadis ini. Diantaranya, disyariatkan bertumpu pada busur panah atau tongkat saat khutbah. Hal ini karena lebih meringankan khatib dan lebih menstabilkannya (saat berdiri). Terlebih apabila khutbahnya panjang atau karena suatu tujuan penting. Maka bertumpu pada busur panah atau tongkat, hukumnya sunah. (Fatawa Wa Rasa-il Syaikh Muhammad bin Ibrahim 1/21).
Ada pula ulama yang menyimpulkan, bahwa membawa tongkat saat khutbah adalah masalah yang kondisioner. Saat tongkat atau benda lainnya yang sefungsi dibutuhkan, maka disunahkan membawanya. Bila tidak dibutuhkan, maka tidak perlu membawa tongkat saat khutbah. Mari simak pemaparan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin berikut,
أن الاعتماد إنما يكون عند الحاجة ، فإن احتاج الخطيب إلى اعتماد ، مثل أن يكون ضعيفاً يحتاج إلى أن يعتمد على عصا فهذا سنة ؛ لأن ذلك يعينه على القيام الذي هو سنة
Bertumpu pada tongkat, hanya dilakukan di saat dibutuhkan. Jika khatib butuh tumpuan, bisa jadi karena fisiknya lemah, sehingga butuh pegangan tongkat, maka bertumpu pada tongkat pada kondisi ini hukumnya sunah. Karena tongkat ini membantunya untuk berdiri, yang itu hukumnya sunah. (As-Syarhu al-Mumthi’, 5/63).
Wallahua’lam bis showab.
Oleh: Ustadz Ahmad Anshori, Lc.
Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/29855-tongkat-saat-khutbah-jumat-bidah.html